Jumat, 20 Agustus 2010

Minggu, 01 Agustus 2010

Sympatiethic Trip

Sympatiethic Trip
Sympatiethic Trip atau trip bersamaan menjadi catatan tersendiri dan perlu mendapatkan perhatian khusus karena secara logika setiap penyulang telah memiliki sistem proteksi masing-masing, dan apabila terjadi gagguan pada suatu penyulang yang bersangkutan semestinya gangguan tersebut sudah bisa dilokalisir oleh system proteksi dari penyulang tersebut, namun nyatanya khasus Sympatiethic Trip ini masih saja sering terjadi. Hal ini disebabkan karena system jaringan yang Double Circuit (DCC) sehingga gangguan tidak dapat dihindari lagi, kegagalan/ keterlambatan mekanik PMT untuk melokalisasi gangguan atau karena kurang berfungsinya dengan baik system proteksi penyulang tersebut.

Oleh sebab itu, sebagai upaya untuk meminimalisasi gangguan Sympatiethic Trip perlu adanya pemantauan dini dan ti ndakan khusus terhadap penyulang-penyulang yang sering mengalami Sympatiethic Trip. Jika ada penyulang yang mengalami khasus Sympatiethic Trip, jika hanya baru terjadi satu kali untuk sementara kita lakukan ppemantauan terlabih dahulu, namun jika sudah terjadi beberapa kali, perlu dipastikan penyabab gangguan Sympatiethic Trip tersebut karena Over Current Relay (OCR) atau Dirrectional Ground Fault Relay (DGR). Jika penyebab gangguan adlah karena OCR maka kita bisa konfirmasikan kepada pihak-pihak terkait. Sebab jika penyebab gangguannya adalah OCR, logikanya kedua penyulang yang mengalami Sympatiethic Trip tersebut memang kebetulan mengalami gangguan OCR pada saat bersamaan atau memang DCC sehingga gangguan trip bersamaan tidak dapat dihindari lagi.

Namun jika gangguan yang menyebabkan Sympatiethic Trip adalah gangguan fasa-tanah baik DGR/ EF, maka kita pelu cak terlebih dahulu apakah sebelum ataupun sesudah mengalami Sympatiethic Trip, penyulang yang bersangkutan pernah mengalami trip individu atau tidak. Dari sini kita bisa menganalisis penyulang mana yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya Sympatiethic Trip tersebut. Untuk penyulang yang pernah mengalami trip individu, khususnya gangguan DGR, maka kita dapat menentukan hipotesa awal bahwa system proteksi penyulang tersebut dapat berfungsi dengan baik pada saat terjadi gangguan fasa-tanah. Dan selanjutnya kita konfirmasikan kepada pihak terkait untuk dilakukan penyisiran jaringan serta untuk mengetahui jaringan tersebut DCC atau bukan. Jika jaringan tersebut bukan type DCC maka selanjutnya kita cek tipe relay yang bekerja pada saat terjadi gangguan. Jika type relay yang bekerja pada saat itu adalah relay EF maka kemungkinan terjadi Sympatiethic Trip memang wajar, karena relay EF memiliki settingan yang sama seluruh penyulang pada trafo tersebut. Jadi jika settingan arus dan waktunya sudah terpenuhi maka dapat dipastikan relay ini akan mengirim perintah trip PMT penyulang secara bersamaan.

Namun jika relay yang bekerja pada saat terjadi gangguan adalah relay DGR, perlu dilakukkan investigasi lebih lanjut. Jika penyulang yang mengalami Sympatiethic Trip belum pernah trip individu sebelumnya, maka penyulang tersebut dapat dicurigai sebagai penyabab utama terjadinya Sympatiethic Trip, setelah dilakukkan investigasi dapat kita dapat mengetahui, bagaimana, dan apa penyebab terjadinya Sympatiethic Trip tersebut..

Sebagai tindakan pemantauan lanjutan, serta untuk menghindari tersadinya Sympatiethic Trip, perlu adanya pengecekan Io saat penyulang dalam kondisi operasi normal. Jika pada saat kondisi normal Io sudah muncul ( Jaringan Braek Down). Maka apabila terjai kemencengan tegangan (kV Nol) akibat penyulang lain mengalami gangguan fasa-tanah, dapat dipastikan bahwa penyulang tersebut akan mengalami Sympatiethic Trip, karena kV Nol dirasakan oleh semua bus bar.

Untuk memastikan bahwa relay penyulang dapat berfungsi dengan baik, maka perlu dilakukkan pengujian, karena dari pengujian tersebut dapat kita ketahui relay tersebut dalam kondisi baik, arahnya/ polaritasnya terbalik,atau memang benar-benar rusak. Memastikan kondisi relay dengan membuat berita acara setalah dilakukan pengujian sebelumnya.

Kamis, 24 Juni 2010

DGR dan Earth Fault


Directional Ground relay termasuk dalam jenis  ground fault relay bedanya yang directional mempunyai arah. Maksudnya hanya bekerja pada arah tertentu. Pada saat pemasangan polaritas sangat penting, baik polaritas arus maupun tegangan.

 DGR memiliki arah, jadi selain arus gangguan DGR juga memiliki kemencengen teganggan (kV Nol). arah atau polaritas tersebut menjadi pedoman dalam menentukan setingan proteksi/ rele DGR. Jadi Proteksi/rele DGR hanya dapat membaca ganggua ini jika beberapasyarat berikut di bawah ini terpenuhi : 
1. Arus gangguan sudah melebih settingan 
2. Tegangan (kV nol) memenuhi 
3. Sudut/ polaritas gangguan sesuai 
Sedangkan GFR atau yang lebih sering disebut dengan Earth Fault, gangguan ini juga termasuk gangguan fasa-tanah namun tidak memiliki arah. munkin penyebabnya bisa karena gangguan tidak solit/ ngambang atau mungkin kV nol sudah nunjuk tetapi belum memenuhi settingan rele/proteksi. 
Pada Penyulang settingan untuk rele DGR rata2 adalah 2 A primer, 5 volt dari open delta PT atau sekitar 3 kV dijaringan, sudut sesuai dengan karakteristik rele. yang penting spolaritasnya benar (ke arah depan). 
Sebagai Back up jika rele DGR tidak bekerja ketika ada gangguan fasa-tanah maka dipasang juga rele Earth Fault dengan settingan rata2 5 A selama 5 detik. 
Mungkin itu saja yang saya ketahui. Mudah2an bisa bermanfaat.

Kabel SUTM (Konduktor Berisolasi)


Kabel SUTM (Konduktor Berisolasi),..?? Menurut saya justru lebih baik dibandingkan dengan konduktor biasa. Selain dari sisi mekanis dia lebih kuat, penggunaan kabel pada SUTM juga terbukti dapat menekan angka gangguan, cocok untuk daerah pemukiman padat penduduk dengan bangunan2 tinggi di sekitar jaringan. Kerena berisolasi kabel SUTM jadi lebih aman. SUTM juga cocok untuk daerah yang banyak pepohonan di sekitar jaringan. Memang dari sisi ekonomisnya penggunaan kabel tentu lebih mahal namun jika dilihat dari fungsi dan kualitasnya saya yakin harga mungkin jd prioritas ke-2. jadi alangkah baiknya jika setiap penambahan jaringan SUTM baru menggunakan kabel, bukan lagi konduktor, selain untuk investasi buat kedepannya, kehandalan jaringan juga bisa terwujud sehingga angka gangguan menurun. Jadi jaringan aman, masyarakat senang, PLN pun tenang..!!!

Lebih teliti dalam Menyeting Rele SEL-551


Rele SEL-551 merupakan jenis rele Over Current dan Recloser yang terdapat fasilitas earth Fault namun nominal arus yang dioptionkan terlalu tinggi untuk untuk distribusi sistem tenaga listrik, yaitu sebesar 40 A. sedangkan arus gangguan fasa-tanah kurang lebih hanya 2 A primer saja. untuk itu rele jenis ini tergolong kurang sensitif terhadap arus gangguan tanah. 

Rele jenis ini merupakan rele digital, penyetingannay bisa dilakukan melauli transfer data dari laptop k rele melalui kabel serial. Rele ini juga memiliki tampilan (display) di panel depan rele. Dari dispaly rele tersebut dapat diketahui data setting, meter, event, logic dll. 

Yang harus diperhatikan dalam menyeting rele ini bahwa rele ini mebaca arus gangguan dari sekunder CT, ZCT maupun arus residual melalui kontak input arus rele. kemudian sekunder tersebut dapat ditampilkan pada display rele setelah dikalikan dengan CT Sizing sebagai faktor kalinya. Untuk itu sebelum menyeting rele ini perhatikan dulu CT Sizingnya apakah sudah sesuai dengan rasio CT/ZCT yang digunakan. Karena jika CT Sizing sebagai faktor kalinya tidak tepat maka akan berakibat pada pembacaan arus pada display rele tidak tepat juga. 
misal rasio CT : 500/5 A dan ZCT : 200/5 A 
maka CT Sizing: 
CT : 100 
ZCT : 40 

Demikian kami masih dalam tahap belajar, apabila ada hal-hal yang masih kurang tepat mohon dikoreksi. Terima kasih. ''

Rabu, 16 Juni 2010

Jumat, 16 April 2010

Titik Keseimbangan Pembebanan pada Trafo Satu Fasa dengan Daya yang Berbeda-beda

Pendahuluan
Untuk melakukan pemerataan beban pada trafo tiga fasa atau trafo satu fasa dengan daya pada masing-masing trafo sudah sama yang menjadi acuan utama adalah keseimbangan arus pada masing-masing fasanya (R,S,T) tetapi kami (Regu 1 OJT PLN APJ Surabaya Selatan) menemukan hal yang unik selama menjalani OJT pada 1,5 bulan pertama di PLN APJ Surabaya Selatan. Kami mendapati trafo satu fasa yang dioprasikan dengan kondisi daya yang terpasang pada masing-masing trafo tersebut berbeda satu dengan yang lain, yaitu : 50;25;37,5 kVA pada fasa (R,S,T). Sebenarnya sah-sah saja mengkopel trafo satu fasa dengan kondisi dayanya berbeda asalkan tegangan, frekuensi dan sudut antar fasanya sama.
Tetapi yang jadi masalah adalah apakah pola pembebanan pada trafo ini sudah sesuai dengan kapasitas (Daya yang terpasang pada masing-masing trafo). Karena pola pembebanan yang salah pada trafo distribusi ini dapat mengakibatkan panas pada kumparannya akibat dari arus netral yang tinggi. Seperti yang kita temui di gardu No. BC. 0019 jalan Ciliwing, Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Dukuh Kupang.

Dari hasil pengukuran beban pada saat inspeksi gardu yang terdiri dari pengukuran Luar Beban Puncak (LWBP) dan Waktu Beban Puncak (WBP) dapat diketahui bahwa pola pembebanan trafo ini bermasalah, hal ini dapat dilihat pada arus netral yang tinggi, pada LWBP mencapai 129 A sedangkan pada WBP sebesar 124 A. Apabila hal ini trus dibiarkan bukan tidak mungkin dalam waktu dekat trafo ini akan mengalami gangguan bahkan bisa jadi akan rusak karena panas pada kumparannya akibat arus netralnya yang terlalu tinggi.

Setelah melakukan investigasi tersebut kami melakukan konsultasi dengan mentor OJT kami Bpk. Ign. Wardanu dan Bpk. Krisna Sutopo selaku Mentor pengawas di lapangan. Dari hasil analisis dan diskusi dengan mentor, kami menarik hipotesis bahwa untuk melakukan pemerataan beban pada trafo tersebut dapat dilakukan dengan menentukan titik keseimbang pada masing-masiang trafo sesuai dengan daya yang terpasang.
Untuk itu kami menentukan formulasi penentuan titik keseimbangan pembebanan pada trafo satu fasa dengan kondisi tersebut di atas sebagai berikut: -le>
Data Gardu Distribusi
  • Nama Gardu : BC 0019
  • Alamat : Jl. Ciliwung
  • Daya Trafo : 112.5 (50+25+37,5) kVA
  • Merk : Mitsubishi
  • Pengawas : Krisna Sutopo
  • Pelaksana : Regu 1 (M. Firdaus, Mukt Ari W., Wahyu, Karrel, Arson, Surahmat, Arief)
  • Pelaksanaan : 15 Maret 2010
  • Presentase Beban : 85,83%



Manfaat dan Tujuan
  • Untuk mencegah kerusakan trafo akibat beban yang tidak seimbang.
  • Optimalisasi usia peralatan sesuai life time.
  • Menurunkan susut distribusi.
  • Meningkatkan mutu pelayanan pelanggan.
  • Memperkecil IN
  • Untuk Mengetahui strategi pemerataan beban pada trafo 1 fasa dengan daya yang berbeda

Hasil Pengukuran Luar beban puncak siang hari pada tanggal 15 Maret 2010 Pukul 11:15 WIB dengan data :


">

Phasa

R

S

T

N

Beban

189 A

72 A

94 A

129 A



Hasil Pengukuran waktu beban puncak

malam hari pada tanggal 15 Februari 2010 Pukul 18:45 WIB dengan data:


">

Phasa

R

S

T

N

Beban

222 A

119 A

77 A

124 A



">
Arus Nominal Max:



Arus nominal Trafo: fasa R 50 kVA sebesar 216,45 A
fasa S 25 kVA sebesar 108,23 A
fasa T 37,5 kVA sebesar 162,34 A

Presentase Total Beban Trafo:

kItotal = 418 A


Phasa S sudah hampir mencapai max arus nominal trafo (109,96 % dari I nominal) sehingga perlu dilakukan PEMERATAAN BEBAN.



PERHITUNGAN PEMERATAN :
Untuk menentukan titik keseimbangan pembebanan pada trafo satu fasa dengan daya yang berbeda kita perlu menentukan presentase pembebanan tiap fasa, kemudian dari hasil presentase pembebanan per-fasa tersebut kita dapat mengetahui pola pembebanan trafo tersebut sudah seimbang sesuai dengan kapasitas masing-masing trafo tersebut atau belum. Untuk selanjutnya presentase beban per- fasa tersebut diseimbangkan dengan menggunakan presentase total beban trafo sebagai titik keseimbangan pembebanan.








Presentase Beban Perfasa:
  • R= 102,56%
  • S= 109,96%
  • T= 47,43%
Persentase Total Beban Trafo 85,83%

Agar tercapai keseimbangan:

  • Fasa R : 102,56% - 85,83% = 16,73 % x 216,45 A = 36.22 A (Dikurangi)
  • Fasa S : 109,96% - 85,83% = 24,13 % x 108,23 A = 26,11 A (Dikurangi)
  • Fasa T : 85,83% - 47,43% = 38,40 % x 162,34 A = 62,33 A (Ditambah)

Dengan menerapkan metode pemeratan beban tersebut titik keseimbangan pembebanan pada trafo satu fasa dengan daya yang berbeda akan tercapai, dan arus netralnya dapat dipastikan turun. Dan hal ini telah kami buktikan pada gardu BC. 0019 jalan Ciliwung, Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Dukuh Kupang dengan data pengukuran setelah pemerataan beban sebagai berikut:

">Hasil Pengukuran :

SETELAH PEMERATAAN BEBAN
LWBP pada pukul 16:23 WIB Tgl 22 Maret 2010 :

">">

Phasa

R

S

T

N

Beban

139 A

85 A

93 A

64 A

Persentase

64,22%

78,54%

57,28%

Turun 65 A




WBP pada pukul 18.54 WIB Tgl 22 Maret 2010:

">

Phasa

R

S

T

N

Beban

158 A

106 A

129 A

89 A

Persentase

72,99%

97,93%

79,46%

Turun 35 A


">



Kendala yang dihadapi :
  • Kondisi JTR yang kurang mendukung
  • Ada sebagian JTR yang masih menggunakan tiang kayu
  • Fluktuasi pembebanan pelanggan yang berubah-ubah.

Dari data ini kita dapat lihat bahwa titik keseimbangan beban belum sepenuhnya tercapai karena beberapa kendala tersebut di atas, meskipun demukian kita dapat diperoleh hasil yang cukup siknifikan dari metode yang kami terapkan selama proses pemeratan beban tersebut . Dan terbukti arus netral mengalami penurunan yang cukup derastis.

Dengan demikian dapat diharapkan trafo satu fasa yang diopersikan dengan kondisi dayanya yang berbeda-beda tetap dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik serta kerusakan trafo akibat beban tidak seimbang dapat dihindari sehingga usia trafo bisa lebih lama.

KESIMPULAN:
Untuk pemerataan beban trafo 1 fasa dengan daya yang berbeda, titik keseimbangan bebannya terletak pada presentase total beban trafo.

Demikian, mudah-mudahan dapat bermanfaat, terima kasih.

">

Regu 1 OJT PLN APJ Surabaya Selatan